Share :
ASAL USUL NAMA BATANG

ASAL USUL NAMA BATANG




Menurut kamus Kawi-Indonesia karangan Prof.Drs.Wojowasito, Batang berarti= 1. Plataran, 2. Tempat yang dipertinggi, 3. Dialahkan, 4. Kata bantu bilangan (footnote).

Dalam bahasa Indonesia (juga bahasa Melayu) berarti sungai, dalam kamus jawa- Indonesia karangan Prawiroatmojo berarti terka, tebak. Atas dasar arti kata tersebut diatas maka dalam hubungan alami yang ada dilokasi yang ada disekarang ini maka yang agak tepat adalah: plataran (platform) yang agak ketinggian dibandingkan dengan dataran disekitarnya maupun bila dilihat dari puncak pegunungan di sekitarnya juga bila dipandang dari laut jawa.

Menurut  legenda yang sangat populer, Batang berasal dari kata= Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang. Adapun riwayatnya diungkapkan sebagai berikut:

Konon pada waktu Mataram mempersiapkan daerah- daerah peratanian untuk mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia, Bahurekso mendapat tugas membuka hutan Roban untuk dijadikan daerah pesawahan. Hambatan dalam pelaksanaan tesebut ternyata cukup banyak. Para pekerja penebang hutan banyak yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh jin, setan peri prayangan, atau siluman- siluman penjaga hutan Roban, yang dipimpin raja mereka Dadungawuk. Namun berkat kesaktian Bahurekso, raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-gangguan tersebut walaupun dengan syarat bahwa para siluman itu harus mendapatkan bagian dari hasil panen tersebut. Demikianlah hutan Roban sebelah barat ditebang seluruhnya. Tugas kini tinggal mengusahakan pengairan atas lahan yang telah dibuka itu.

Tetapi pada pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dri gangguan maupun halangan-halangan. Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Bendungan yang telah selesai dibuat untuk menaikkan air sungai dari Lojahan yang sekarang bernama sungai Kramat itu selalu jebol karena dirusak oleh anak buah raja Uling. Mengetahui hal itu Bahurekso langsung turun tangan, Semua anak buah raja Uling yang bermarkas disebuah Kedung sungai itu diserangnya. Korban berjatuhan di pihak Uling, Merahnya semburan-semburan darah membuat air kedung itu menjadi merah kehitaman “ gowok . Jw “ , maka kedung tersebut dinamakan Kedung Sigowok. Raja Uling marah melihat anak buahnya binasa. Dengan pedang Swedang terhunus ia menyerang Bahureksa. Karena kesaktian pedang Swedang tersebut, Bahureksa dapat dikalahkan. Siasat segera dilakukan. Atas nasehat ayahandanya Ki Ageng Cempaluk. Bahureksa disuruh masuk kedalam Keputren kerajaan Uling, untuk merayu adik sang raja yang bernama Dribusowati seorang putri siluman yang cantik. Rayuan Bahureksa berhasil. Dribusawati mau mencurikan pedang pusaka milik kakaknya itu, dan diserahkan kepadanya. Dengan pedang Swedang ditangan, dengan mudah raja Uling di kalahkan, dengan demikian maka gangguan terhadap bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi. Tetapi bukan berarti hambatan-hambatan sudah tidak ada lagi.

Tenyata air bendungan itu tidak selalu lancar alirannya. Kadang- kadang besar, kadang- kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu (watang) besar yang melintang menghalangi aliran air. Berpuluh puluh orang disuruh mengangkat memindah watang tersebut, tetapi sama sekali tidak berhasil. Akhirnya Bahurekso turun tangan sendiri. Setelah mengheningkan cipta, memusatkan kekuatan dan kesaktiannya, watang besar itu dapat dengan mudah diangkat dan dengan sekali embat patahlah watang itu. Demikianlah peristiwa ngembat watang itu terjadilah nama Batang dari kata ngem Bat wa Tang (Batang). Orang Batang sendiri sesuai  dialeknya menyebut “ Mbatang. ”
Melihat uraian dari sumber lisan atau legenda tersebut, kita dapat memperkirakan sejak kapan ini terjadi.
Persiapan Mataram untuk menyerang Batavia adalah pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, tahun 1613 s/d 1628. Penyerangan pertama ke Batavia adalah pada tahun 1628, ambillah persiapan itu sedini- dininya, yaitu awal pemerintahan Sultan Agung, maka hal itu terjadi pada tahun 1613.

Betapa mudanya nama Batang ini terjadi dan dikenal. Majalah Karya Dharma Praja Mukti pernah memuat sesuatu tulisan kiriman Kusnin Asa, disitu disebutkan bahwa nama  Batang  dikenal pada jaman kerajaan Majapahit, sebagai suatu kota pelabuhan. Nama Batang berasal dari kata BATA-AN. Bata berarti batu, dan AN berarti satu atau pertama.

Menurut Bp. Suhadi BS, BA dalam naskah pengantar lambing daerah Batang menyebutkan, bahwa berdasarkan Sapta Parwa karya Mohamad Yamin dengan berita Tionghoa yang berhasil ia kutip lengkap dengan fragmen petanya, ia menyebutkan bahwa nama Batang telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Batang ini dikenal dengan nama Batan sebagai kota pelabuhan sejaman dengan Pemaleng (Pemalang) dan Tema (Demak)


LAMBANG DAERAH
Lambang yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batang adlaah lukisan yang berbentuk dasar perisai yang berukuran 4 : 5, yang melambangkan tekad rakyat Batang untuk mempertahankan daerahnya, baik dalam arti sempit maupun daerah dalam pengertian sebagai Wilayah Republik Indonesia.
BINTANG BERSUDUT LIMA berwarna emas, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
PADI DAN KAPAS , melambangkan harapan rakyat akan terpenuhinya kemakmuran (murah sandang, murah pangan).
GUNUNG, PABRIK, BATIK DAN  LAUT, mengandung rangkaian pengertian bahwa Batang mempunyai daerah pegunungan yang penuh dengan kekayaan alam, dataran rendah yang kaya perusahaan-perusahaan dan laut yang sepanjang masa menghasilkan ikan.
PUSAKA:
KERIS, suatu pusaka yang melambangkan tokok pimpinan.
TOMBAK, pusaka yang biasa menjadi pegangan prajurit / rakyat.
GABUNGAN ANTARA KERIS DAN TOMBAK, melambangkan kesatuan antara yang memimpin dan yang dipimpin.
PABRIK, menjelaskan bahwa di Batang terdapat banyak perusahaan. Dari perusahaan makanan rakyat, perusahaan sandang sampai dengan perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan ekspor, antara lain tapioka, karet, coklat, teh, kapuk, dan lain-lain.
BATIK SOGAN, menunjukkan bahwa seni batik ini merupakan seni kerajinan rakyat yang mendarah daging turun temurun sekaligus melambangkan bahwa rakyat Batang memelihara kebudayaan bangsa / daerah yang berkepribadian.
IKAN, menjelaskan bahwa Batang mempunyai laut dan tambak-tambak yang sepanjang masa menghasilkan ikan. Bukan hanya untuk daerah setempat, tetapi bahkan dapat memenuhi pasar-pasar ikan di daerah lain.
PITA berwarna kuning emas yang terletak di bawah, melambangkan benang emas yang mengikat semua ciri kepribadian serta budi dan daya rakyat seperti terdapat dalam lambang tersebut di atas.

Pengertian Tentang Jumlah Bagian-bagiannya
Butir padi berjumlah 17 (tujuh belas) bersama bunga kapas berjumlah 8 (delapan) di dalam perisai berukuran 4 : 5 mengandung pengertian tentang kesetiaan rakyat akan semangat 17 Agustus 1945.
Pita yang berbentuk angka 8 (delapan), atap pabrik yang berpuncak 4 (empat) dan gelombang laut yang 6 (enam) di atas dan 6 (enam) di bawah menerangkan tentang hari kembalinya Batang menjadi Daerah Kabupaten lagi pada tanggal 8 April 1966 setelah 30 tahun bergabung dengan Pekalongan.
Ikan yang berjumlah 2 (dua) ekor dan terletak berhadapan mengandung arti bahwa di Batang selalu ada dua kekuatan yang saling embat-embatan / musyawarah, nampaknya agak bertentangan satu sama lain, tetapi sebenarnya adalah saling mengisi.

Pengertian Tentang Warna
MERAH, mengandung pengertian bahagia, berani karena benar dan dinamis.Merah sebagai dasar tulisan Batang menandakan bahwa rakyat di seluruh Kabupaten Batang itu pada dasarnya berbahagia atas kembalinya Batang menjadi Kabupaten lagi.
KUNING pada dasar lambang menunjukkan pribadi yang periang, hati yang terbuka yang dengan terus terang menginginkan tegaknya kebenaran dan keadilan.KUNING EMAS pada bintang melambangkan bahwa pokok tersebut (Tuhan Yang Maha Esa) merupakan zat yang diagungkan oleh setiap insan di Kabupaten Batang.
HITAM pada keris berarti keadilan. Bahwa kepemimpinan yang menjadi idaman rakyat yaitu yang dapat membawa rakyat dari setiap penderitaan ke arah kebahagiaan.
PUTIH yang berbentuk tombak melambangkan ketulusan hati rakyat yang membina kehidupan daerah.
BIRU pada laut melambangkan keagungan yang dirangkapi dengan wibawa.
COKLAT pada batik (Sidomukti) sogan, yang menyamai coklatnya tanah yang basah melambangkan hubungan batin yang mutlak kuat antara rakyat Batang dengan tanah tumpah darahnya. Motif Sidomukti melambangkan agar kembalinya Kabupaten Batang dapat mengangkat taraf hidup rakyat.
ABU-ABU pada ikan melambangkan elastisitas dari pendirian masyarakat Batang.
HIJAU pada gunung dan tangkai kapas melambangkan bahwa pada dasarnya daerah Batang itu adalah daerah yang makmur, yang memberi harapan akan masa depan yang cemerlang.

SEJARAH PEMERINTAHAN
Menurut sejarah, Batang telah memiliki dua kali periode pemerintahan Kabupaten.  Periode I diawali zaman kebangkitan kerajaan Mataram Islam (II) sampai penjajahan asing, kira-kira dari awal abad 17 sampai dengan 31 Desember 1935. Sedang  periode II, dimulai awal kebangkitan Orde Baru (8 April 1966) sampai sekarang, bahkan Batang dapat ditelusuri sejak pra-sejarah.

Sejak dihapuskan status Kabupaten (1 Januari 1936) sampai tanggal 8 April 1966, Batang tergabung dengan Kabupaten Pekalongan.

Tahun 1946, mulai ada gagasan untuk menuntut kembalinya status Kabupaten Batang. Ide pertama lahir dari Pak Mohari yang disalurkan melalui sidang KNI Daerah dibawah pimpinan H.Ridwan alm. Sidang bertempat di gedung bekas rumah Contrder Belanda (Komres Kepolisian 922).

Tahun 1952, terbentuk sebuah Panitia yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Batang. Panitia ini dinamakan Panitia Pengembalian Kabupaten Batang, yang bertugas menjalankan amanat masyarakat Batang.


Dalam kepanitiaan ini duduk dari kalangan badan legislatif serta pemuka masyarakat yang berpengaruh saat itu. Susunan panitianya terdiri atas RM Mandojo Dewono (Direktur SGB Batang) sebagai Ketua, R. Abutalkah dan R. Soedijono (anggota DPRDS Kabupaten Pekalongan) sebagai Wakil Ketua. Panitia juga dilengkapi dengan dua anggota yaitu R. Soenarjo (anggota DPRDS yang juga Kepala Desa Kauman) dan Rachmat (anggota DPRDS).

Tahun 1953, Panitia menyampaikan Surat Permohonan terbentuknya kembali status Kabupaten Batang lengkap satu berkas, yang langsung diterima oleh Presiden Soekarno pada saat mengadakan peninjauan daerah dan menuju ke Semarang dengan jawaban akan diperhatikan.

Tahun 1955, Panitia mengutus delegasi ke pemerintah pusat, yang terdiri atas RM Mandojo Dewono, R.Abutalkah, dan Sutarto (dari DPRDS).

Tahun 1957, dikirim dua delegasi lagi. Delegasi I, terdiri atas M. Anwar Nasution (wakil ketua DPRDS), R.Abutalkah, dan Rachmat (Ketua DPRD Peralihan). Sedangkan delegasi II dipercayakan kepada Rachmat (Kepala Daerah Kabupaten Pekalongan), R.Abutalkah, serta M.Anwar Nasution.

Tahun 1962, mengirimkan utusan sekali. Utusan tersebut dipercayakan kepada M. Soenarjo (anggota DPRD Kabupaten Pekalongan dan juga Wedana Batang) sebagai ketua, sebagai pelapor ditetapkan Soedibjo (anggota DPRD), serta dibantu oleh anggota yaitu H. Abdullah Maksoem dan R. Abutalkah.

Tahun 1964, dikirim empat delegasi. Delegasi I, ketuanya dipercayakan R. Abutalkah, sedang pelapor adalah Achmad Rochaby (anggota DPRD). Delegasi ini dilengkapi lima orang anggota DPRD Kabupaten Pekalongan, yaitu Rachmat, R. Moechjidi, Ratam Moehardjo, Soedibjo, dan M. Soenarjo.

Delegasi II, susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I tersebut, sebelum menyampaikan tuntutan rakyat Batang seperti pada delegasi-delegasi terdahulu, yaitu kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta diawali penyampaian tuntutan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah di Semarang.

Delegasi III, yang juga susunan keanggotaannya sama dengan Delegasi I dan II kembali mengambil langkah menyampaikan tuntutan rakyat Batang langsung kepada Mendagri. Sedang Delegasi IV mengalami perubahan susunan keanggotaan. Dalam delegasi ini sebagai ketua R. Abutalkah, sebagai wakil ketua Rachmat, sedangkan sebagai pelapor adalah Ratam Moehardjo, Ahmad Rochaby sebagai sekretaris I, R. Moechjidi sebagai sekretaris II serta dilengkapi anggota yaitu Soedibjo dan M. Soenarjo.


Tahun 1965, diutus delegasi terakhir. Sebagai ketua R. Abutalkah, wakil ketua Rachmat, sekretaris I Achmad Rochaby, sekretaris II R. Moechjidi, pelapor Ratam Moehardjo serta dilengkapi dua orang anggota yaitu M. Soenarjo dan Soedibjo. Delegasi terakhir atau kesepuluh itu, memperoleh kesempatan untuk menyaksikan sidang paripurna DPR GR dalam acara persetujuan dewan atas Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Pemerintah Kabupaten Batang menjadi Undang-undang.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965, yang dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 52, tanggal 14 Juni 1965 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 Tahun 1965, tanggal 14 Juli 1965.

Tanggal 8 April 1966, bertepatan hari Jumat Kliwon, yaitu hari yang dianggap penuh berkah bagi masyarakat tradisional Batang, dengan mengambil tempat di bekas Kanjengan Batang lama (rumah dinas yang sekaligus kantor para Bupati Batang lama) dilaksanakan peresmian pembentukan Daerah Tingkat II Batang.

Upacara yang berlangsung khidmat dari jam 08.00 s/d 11.00 itu, ditandai antara lain dengan Pernyataan Pembentukan Kabupaten Batang oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah Brigjend (Tit) KKO-AL Mochtar, pelantikan R. Sadi Poerwopranoto sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Batang, serah terima wewenang wilayah dari Bupati KDH Pekalongan kepada Pejabat Bupati KDH Batang, serta sambutan dari Gubernur Kepala Daerah Jawa Tengah.TRADISI KIRAB PUSAKA ABIRAWA

Kirab pusaka merupakan suatu kegiatan rutin setiap tahunnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Batang, juga merupakan perayaan menyambut hari jadi Pemkab. Batang. Penyelenggaraan Kirab Pusaka ini baru dimulai sejak tahun 2003 dengan tujuan untuk :
  1.  Melestarikan budaya leluhur sebagai agenda kepariwisataan di Kabupaten Batang.
  2.  Sebagai bukti bahwa Kabupaten Batang telah ada sejak lama, sekitar 500 tahun silam, namun pada tahun 1936 s/d 7 April 1966 bergabung dengan Kabupaten Pekalongan;
  3.   Sebagai prosesi ritual tolak balak. 
   

URUTAN NAMA PARA BUPATI DAN WAKIL BUPATI BATANG :
No.
Nama Bupati/Wakil Bupati
Masa Jabatan
1
R. Sadi Poerwopranoto
8 April 1966 s/d 31 Mei 1967
2
R. Harjono Prodjodirdjo


31 Mei 1967 s/d 10 Oktober 1972
3
Drs. Soejitno
10 November 1972 s/d 21 Maret 1979
4
Drs. Soekirdjo
21 Maret 1979 s/d 1 Januari 1988
5
Drs. Soehoed
26 Juli 1988 s/d 26 Juli 1993
6
Moeslich Effendi, SH
26 Juli 1993 - 26 Juli 1998
7
Djoko Poernomo, SH, MM
22 Oktober 1998 - 7 Agustus 2001
8
Bambang Bintoro, SE / Drs Achfa Machfudz
11 Februari 2002 - 11 Februari 2007
9
Bambang Bintoro, SE / Drs Achfa Machfudz11 Februari 2007 - 13 Februari 2012
10Yoyok Riyo Sudibyo /
Soetadi, SH, MM
13 Februari 2012 - sekarang

  

URUTAN NAMA PARA KETUA DPRD KABUPATEN BATANG :
No.
Nama Ketua DPRD
Masa Jabatan
1
H. Abd. Maksoem
Tahun 1967 – 1972
2
Letkol Moh. Hasjim
Tahun 1972 – 1982
3
Letkol Soewardjo
Tahun 1982 – 1987
4
Soedarno
Tahun 1987 – 1992
5
H. Muslim Haryanto
Tahun 1992 – 1997
6
Kusnadi
Tahun 1997 – 1999
7
HM. Azies
Tahun 1999 – 2004
8
Purwanto
Tahun 2004 - sekarang
2. Buku Sejarah Batang, Suatu Studi Pendahuluan, Tim Penyusun Sejarah
    Kabupaten Daerah Tingkat II Batang, Tahun 1991.
3. Buku Sejarah Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batang, terbitan
    Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Batang, tahun 1991.

 Sumber : 1. Arsip Daerah Kabupaten Batang.

EMPING MELINJO SEBAGAI BRAND IMAGE KABUPATEN BATANG


EMPING MELINJO SEBAGAI BRAND IMAGE KABUPATEN BATANG Batangkab.go.id ( 15 Februari 2012 07:37:26 ) 




Kecamatan Limpung dengan produk emping melinjo-nya telah ditetapkan Pemerintah untuk pelaksanaan Program Pengembangan One Village One Produck (OVOP/Satu Kecamatan Satu Produk). Pelaksanaan program tersebut diharapkan dapat mengembangkan produk khas daerah yang telah menjadi brand image Kabupaten Batang ini.

Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten penghasil emping melinjo. Sentra emping melinjo ini berada di Kecamatan Limpung, Reban dan Tersono, di mana hampir semua penduduk, khususnya di Kecamatan Limpung merupakan petani dan perajin emping melinjo. Tercatat ada sekitar 8.427 unit usaha yang bergerak dalam usaha pengolahan emping melinjo maupun produk makanan ringan lainnya. Khusus untuk emping melinjo, terdapat 6.251 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 18.670 orang. Dari jumlah tersebut, saat ini sudah terbentuk lima Kelompok Usaha Bersama (KUB), yakni KUB ‘Tani Rejo’ Ngaliyan, KUB ‘Kepuh’, KUB ‘Among Rogo’, KUB ‘Plumbon’ dan KUB ‘Limpung’. Sentra pengusahaan emping melinjo yang terbesar terletak di Desa Limpung, Desa Ngaliyan dan Desa Amongrogo Kecamatan Limpung.
Pembuatan emping melinjo di Kabupaten Batang banyak dilakukan oleh perajin yang merupakan ibu-ibu rumah tangga. Pada umumnya pengusaha membeli buah melinjo dalam bentuk kupas, kemudian buah melinjo tersebut dikeringkan. Setelah kering, buah melinjo dikirimkan kepada ibu-ibu perajin. Sistem yang digunakan adalah bagi hasil, yakni 2kg buah melinjo kering menjadi 1kg emping. Jika lebih maka kelebihan tersebut menjadi hak perajin.
Komoditas emping melinjo yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Batang terutama didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
  • Pengusaha dan perajin emping melinjo jumlahnya sangat banyak, terutama yang ada di Kecamatan Limpung;
  • Tenaga kerja yang terlibat dalam pengusahaan emping melinjo sangat besar, meliputi petani, perajin, pengusaha, buruh dan tenaga kerja lain yang menjadi sumber pendapatan bagi sebagian penduduk;
  • Emping melinjo selama ini merupakan salah satu brand image yang melekat untuk Kabupaten Batang;
  • Pengusahaan emping melinjo juga menjadi salah satu produk yang dilambangkan menjadi salah satu klaster Kabupaten Batang.
Kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Batang dalam pengusahaan emping melinjo adalah pada proses produksinya, di mana perajin bisa membuat emping melinjo yang berkualitas hanya dengan satu pukulan. Hal ini merupakan suatu keunikan, sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh pengusaha daerah Kabupaten Batang yang tidak dimiliki oleh pengusaha daerah lain.
Pengusahaan emping melinjo di Kecamatan Limpung dan desa-desa di sekitarnya telah mampu menghasilkan beberapavarian/jenis emping melinjo, seperti rasa pedas, manis, asin dan dalam bentuk bulat kecil (klethuk), besar dan sebagainya. Desa Limpung yang merupakan sentra terbesar, yakni dengan 160 unit usaha dan menyerap tenaga 1.400 orang, mampu menghasilkan 345.600 kg, dengan nilai jual sekitar Rp.6,22 milyar. Di Desa Ngaliyan yang memiliki 50 unit usaha, dihasilkan sekitar 200 ton emping. Sedangkan di Desa Amongrogo dengan jumlah unit usaha sebanyak 75, mampu memproduksi 275 ton dengan nilai jual Rp.4,95 milyar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 325 orang.
Sedangkan koperasi yang bergerak di sektor emping melinjo di Kecamatan Limpung adalah KUD Mawar, Koptan Tani Rejo Desa Ngaliyan, KSU Mitra Jasa Desa Pungangan, Koptan Dadi Raharjo Desa Amongrogo dan KSU Sorban Wali .
Dalam hal pemasaran, emping melinjo dari Kabupaten Batang dipasarkan ke seluruh kota yang ada di Jawa Tengah, Surabaya, Jakarta dan beberapa kota lainnya. Sudah terdapat beberapa pedagang besar yang kemudian menyalurkan produknya ke pasar, bahkan sudah diekspor ke beberapa negara, seperti negara-negara di Eropa, Singapura dan Malaysia. Untuk berekspansi ke pasar internasional memang masih terbatas, karena untuk melayani pasar domestik saja terkadang tidak cukup.
Seiring perkembangan yang terjadi, pengusahaan emping melinjo dituntut untuk dapat memenuhi permintaan konsumen dan kebutuhan pasar. Adanya produk yang berkualitas baik, kapasitas produksi yang memadai, suplai produk secara tepat waktu, serta dapat memenuhi permintaan pasar dengan kemasan yang baik, merupakan tuntutan pasar yang harus dipenuhi agar produk emping Batang dapat diterima dan bersaing di pasaran. Diperlukan sarana dan prasarana baik serta SDM yang terampil dalam rangka memenuhi tuntutan pasar tersebut.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, Pemerintah telah melakukan pembinaan kepada para pengusaha dan perajin di sentra-sentra pengusahaan emping melinjo dengan memberikan berbagai pelatihan dan bantuan peralatan, baik melalui APBD Kabupaten maupun APBD Provinsi. Peralatan pengolahan emping melinjo yang berasal dari bantuan Pemerintah Kabupaten Batang maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
No
Jenis Mesin/Alat
Jumlah
Kondisi
Keterangan
1

2

3

4

5

6
Batu Landasan Emping

Rigent Bambu

Alata-alat pengolahan emping
Hand Sealer

Sealer Injak

Continous Sealer
250buah

1.200buah

15 unit

20buah

1 buah

1 unit
Sedang

Sedang

Sedang

Baik

Rusak

Baik
Bantuan Pemkab. Batang
Bantuan Pemkab. Batang
Bantuan Pemkab. Batang
Bantuan Pemkab. Batang
Bantuan Pemkab. Batang
Bantuan Pemprov. Jateng
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Batang juga telah memfasilitasi bantuan hibah untuk kegiatan simpan pinjam yang telah diterima oleh Koptan Tani Rejo sebesar Rp.50juta, serta kegiatan program penguatan pengembangan permodalan dan jaringan kemitraan.
Salah satu permasalahan yang dialami dalam pengusahaan emping adalah pada bahan baku. Selama ini hanya sekitar 4,2% saja bahan baku yang didapatkan langsung dari Kabupaten Batang, sementara lainnya didatangkan dari daerah lain, yaitu Palembang, Banten, Yogyakarta dan Lampung. Permasalahan ini disebabkan oleh banyaknya penebangan pohon akibat berbagai hal, seperti banyaknya tanaman yang terserang hama dan penyakit.
Permasalahan lain yang timbul adalah monopoli harga oleh pedagang besar, petani dan perajin tidak memiliki modal sehingga selamanya menjadi buruh dengan pendapatan kecil, serta proses pasca panen yang terlalu lama karena masih manual, seperti masalah pengemasan, di mana para pengusaha kesulitan dalam proses pengemasan standar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa upaya pemecahan yang dapat dilaksanakan antara lain :
  • bantuan bibit bermutu yang disertai dana pemeliharaan;
  • penguatan modal untuk memberdayakan ekonomi petani dan perajin emping di kawasan agropolitan;
  • bantuan teknologi tepat guna berupa alat pengupas melinjo;
  • penanaman melinjo di berbagai ruang terbuka, seperti tepi jalan, tepi lapangan, tanah desa, dan lain-lain;
  • bantuan alat pengolahan emping klethuk melinjo;
  • bantuan alat pengering emping melinjo.
  • bantuan mesin pengemasan otomatis yang mobile dapat memberikan layanan pengemasan yang cepat, murah dan berkualitas, baik untuk pengemasan emping melinjo maupun jenis makanan ringan lainnya yang berorientasi ekspor.
Selain itu, dalam upaya untuk memberdayakan Koperasi dan UMKM, Pemerintah Kabupaten Batang melalui Dinas Pelayanan Koperasi dan UMKM telah mengidentifikasi data UMKM sentra emping melinjo di Desa Ngaliyan Kecamatan Limpung serta kebutuhannya. Dilaksanakan juga Forum Group Discussion pengembangan OVOP berbasis koperasi pada 11 Juli 2011 lalu. Forum ini diselenggarakan dalam rangka membahas dan mencarikan solusi terbaik secara lintas sektoral terhadap pengembangan komoditas unggulan daerah secara detail, sehingga pelaksanaan kegiatan OVOP dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Forum ini melibatkan stakeholder yang bergerak di bidang emping melinjo, kepala desa, perajin di sentra, koperasi serta BDS Pilar Batang, dengan narasumber dari Dinas Pelayanan Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bappeda Batang, Kadinda Batang serta dari BRI Batang.
Bersama dengan Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Jawa Tengah, Pemkab. Batang juga memfasilitasi bantuan peralatan kepada kelompok sentra emping di wilayah sentra emping melinjo Desa Ngaliyan Kecamatan Limpung melalui Program PengembanganOne Village One Produck (OVOP/Satu Kecamatan Satu Produk). Bantuan yang telah diterima Koptan Tani Rejo tersebut adalah alat penggorengan 4 unit, alat pengupas melinjo 4 unit dan sealer 4 unit yang akan digunakan oleh kelompok sentra emping melinjo di Desa Ngaliyan Kecamatan Limpung.
Guna memperkuat pengembangan usaha, telah dilaksanakan bimbingan teknis terhadap Koptan Tani Rejo di bidang kelembagaan, usaha serta administrasi usaha, pembinaan kewirausahaan kepada UMKM di wilayah Kecamatan Limpung, serta melaksanakan kegiatan program penguatan pengembangan permodalan dan jaringan kemitraan pada tanggal 11-12 Juli 2011 lalu di Desa Ngaliyan Kecamatan Limpung, dengan Narasumber dari KJKS Mitra Sejahtera Subah, BRI dan Bank Jateng Cabang Batang. (*)

Data Komoditi Tanaman Melinjo di Kabupaten Batang
  • Jumlah tanaman mlinjo : 42.000 pohon/105 Ha
  • Petani mlinjo : 1.100 orang
  • Pengrajin : 510 orang
  • Pedagang : 46 orang
  • Produksi per pohon : 25 orang
  • Total produksi : 1.050 ton ( 42.000 x 25 kg )
  • Jarak tanam : 5 x 5 ( karena tumpangsari )
  • Kebutuhan bahan baku : 24.704 ton / th atau 66 ton / hari
  • Mampu memasok : 4,2 % ( 1050 : 24.704 x % )
  • Produksi emping : 12.969 ton / th atau 36 ton / hari
  • Sumber bahan baku : Banten, Yogyakarta, dan Lampung




Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Pelayanan Koperasi dan UMKM
Kabupaten Batang
2011